BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Konsumen
pada dasarnya adalah orang yang sedang melakukan pencarian suatu barang yang
diinginkan untuk dikonsumsi, dalam pencarian itu para pemasar mampu melihat dan
menganalisis perilakunya mulai dari mendapatkan informasi dari media sampai
pada bersentuhan dengan produk. Dalam kasus seperti ini perilaku konsumen dapat
dilihat dengan berbagai pendekatan yang ada pada theori sikap konsumen.
Dalam
tahapan proses pengambilan keputusan kosumen, setelah konsumen melakukan
pencarian dan pemrosesan informasi, langkah berikutnya ialah menyikapi
informasi yang diterimanya. Apakah konsumen akan meyakini informasi yang
diterimanya dan memilih merek tertentu untuk dibeli, hal ini berkaitan dengan
sikap yang dikembangkan. Keyakinan dan pilihan konsumen atas suatu merek
merupakan sikap konsumen. Dalam banyak hal, sikap terhadap merek tertentu akan
memengaruhi apakah konsumen jadi membeli atau tidak. Sikap positif terhadap
merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek
itu, tetapi sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk melakukan
pembelian.
B.
Rumusan
masalah
Dari latar belakang diatas dapat
ditarik sebuah rumusan masalah. Yaitu sebagai berikut :
a.
Apakah
yang dimaksud dengan sikap konsumen ?
b.
Apakah
fungsi dari sikap konsumen?
c.
Apa
saja komponen yang terdapat pada sikap?
d.
Apa
saja peran dan hubungan antara sikap dan perilaku ?
e.
Bagaimana
cara memprediksi sikap dan perilaku konsumen?
C.
Tujuan
pembuatan makalah
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini, adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah perilaku konsumen dan
sekaligus untuk memahami secara mendalam sikap konsumen, dalam menunjan
pengetahuann penulis dalam mata kuliah perilaku konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sikap Konsumen
Sikap disebut juga
sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial
kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang
digunakan pemasar untuk memahami konsumen.
Definisi awal sikap
dikemukakan oleh Thurstone (dalam Aswar, 1998), dia melihat sikap sebagai salah
satu konsep yang cukup sederhana, yaitu jumlah pengaruh yang dimiliki seseorang
atas atau menentang suatu objek.
Beberapa tahun
kemudian Allport (dikutip oleh Loudon & Della Bitta, 1993 mengajukan
definisi yang lebih luas:
“sikap
adalah suatu mental dan saraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi,
diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang menggunakan dan atau
dinamis terhadap perilaku.”
Definisi yang
dikemukakan oleh Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap adalah
mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu objek, baik
disenangi maupun tidak disengaja secara konsisten.
Jika kita analogikan
dengan sikap konsumen terhadap suatu merek berarti sikap terhadap merek, yaitu
mempelajari kecenderungan konsumen untuk mengevaluasi merek, baik disenangi
ataupun tidak disenangi secara konsisten. Dengan demikian, konsumen
mengevaluasi merek tertentu secara keseluruhan dari yang paling jelek sampai
yang paling baik.
Triandis (dikutip
oleh Loudon & Della-Bitta, 1993) dan ahli lainnya mengombinasikan tiga
jenis tanggapan (pikiran, perasaan, dan tindakan) ke dalam model tiga unsur
dari sikap (tripartite model of attitude). Dalam skema ini sikap dipandang
megandung tiga komponen yang terkait, yaitu kognisi (pengetahuan tentang
objek), afeksi (evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek), dan
cognation (perilaku aktual terhadap suatu objek).
Selanjutnya Fishbein
(dikutip oleh Swasta, 1990), seperti halnya Thurstone, menyatakan bahwa lebih
berguna untuk melihat sikap sebagai suatu konsep satu dimensi sederhana.
Saat ini sebagian
besar periset setuju bahwa konsep sederhana dari sikap yang diajukan oleh
Thurstone dan Fishbein ialah yang paling bermanfaat. Artinya sikap mewakili
perasaan senang atau tidak senang konsumen terhadap objek yang dipertanyakan.
Kepercayaan (kognisi) dan keinginan untuk bertindak (cognation) dipandang
memiliki kepercayaan hubungan dengan sikap tetapi merupakan konsep kongnitif
yang terpisah bukan bagian dari sikap itu sendiri.
B.
Fungsi-Fungsi
Sikap
Daniel Kazt mengklasifikasikan
empat sikap, yaitu:
1.
Fungsi
Utilitarian
Adalah
fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Di
sini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah
suaut produk memberikan kepuasan atau kekecewaan.
2.
Fungsi
Ekspresi Nilai
Konsumen
mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas manfaat
produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk tu
mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya.
3.
Fungsi
Mempertahankan Ego
Sikap
yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan
eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan
ego.
4.
Fungsi
Pengetahuan
Sikap
membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap
hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen
mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang
relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya.
Terdapat lima cara yang penting
yang memengaruhi perilaku kosumen, yaitu:
a)
Sumber
Daya Konsumen
Setiap orang membawa tiga sumber
daya dalam setiap pengambilan keputusan, yaitu: (a) waktu, (b) uang, (c)
perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan pengelolaan) umumnya terdapat
keterbatasan yang jelas pada kesediaan masing-masing sehingga memerlukan
semacam alokasi yang cermat.
b)
Motivasi
dan Keterlibatan
Psikolog dan pemasar bersama-sama
selalu berkepentingan untuk menjelaskan apa yang terjadi bila perilaku yang
diarahkan pada tujuan diberi energi dan diaktifkan.
c)
Pengetahuan
Pengetahuan, hasil belajar dapat
didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan di dalam
ingatan.
d)
Sikap
Sikap sebagai suatu evaluasi
menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau
tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif
yang terikat.
e)
Kepribadian,
Gaya Hidup, dan Demografi
Kepribadian; penilitian kepribadian selalu
penting dalam psikologi klinis, tetapi sebuah konsep yang menarik diperkenalkan
oleh Pierre Martinequ pada tahun 1950-an ketika ia mengajukan hipotesis bahwa
produk juga mempunyai kepribadian citra merek.
Gaya Hidup; barang hasil terbesar dari era
penelitian kepribadian ialah perluasan fokus untuk mencakupi gaya hidup, pola
yang digunakan untuk menghabiskan waktu serta uang.
Demografi; ialah di mana sasarannya
mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan, dan
pendidikan.
C.
Tiga
Komponen Sikap
Kepercayaan merek, evaluasi
merek, dan maksud untuk membeli merupakan tiga komponen sikap. Kepercayaan
merek adalah komponen kognitif dari sikap, evaluasi merek adalah komponen
afektif atau perasaan, dan maksud untuk membeli adalah komponen konatif atau
tindakan. Hubungan antara ketiga komponen ini dijelaskan pada Gambar 6.1.
Hubungan antara ketiga komponen
itu mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi (high invloment),
yaitu kepercayaan merek memengaruhi evaluasi merek dan evaluasi memengaruhi
maksud untuk membeli.
Dari tiga komponen sikap,
evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan
ringkasan dari kecenderungan
Komponen kognitif
Kepercayaan terhadap
merek
|
Komponen afektif
Evaluasi merek
|
Komponen konatif
Makdsud untuk membeli
|
GAMBAR 6.1.
Konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi
merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap
merek, yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik disegani atau tidak
disegani.
Dari gambar 6.1 dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
merek datang sebelum dan memengaruhi evaluasi merek, dan evaluasi merek
terutama menentukan perilaku berkehendak.
D.
Peran
Sikap Dalam Pengembangan Strategi Pemasaran
Pengukuran sikap
konsumen bagi pemasar merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui
sikap, pemasar dapat mengeidentifikasi segmen manfaat, mengembangkan produk
baru dan memformulasikan serta evaluasi strategi promosional.
Sikap konsumen
terhadap suatu produk dapat bervariasi bergantung pada apa orientasinya.
Berkenaan dengan sikap ini, pemasar dapat mengidentifikasi segmen konsumen
berdasarkan manfat produk yang diinginkan konsumen. Misal produk mobil dapat
disegmentasikan berdasarkan kriteria ekonomis, performansi, dan segmen mobil
mewah. Segmentasi manfaat merupakan hal yang sangat mendasar untuk membidik
konsumen, karena manfaat yang diinginkan akan memengaruhi sikap dan perilaku
mereka terhadap merek.
Pemahaman sikap
konsumen merupakan hal yang sangat krusial. Pengembangan produk dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu mengetahui sikap konsumen. Mengukur sikap konsumen dapat
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada kelompok konsumen sasaran
yang sebelumnya telah diidentifikasi. Kelompok konsumen itu bisa didasarkan
pada demografi, kelas sosial, dan gaya hidup. Terhadap segmen sasaran itu
sejumlah pertanyaan mengenai produk yang akan dikembangkan diajukan. Dengan
mendasarkan pada sikap dan penilaian segmen konsumen itulah pengembangan produk
dilakukan.
Sikap konsumen
merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan strategi promosi. Misalnya
jika sikap konsumen dari segmen pasar yang telah diidentifikasi menginginkan
produk yang mudah dibawa dan mampu menyelesaikan segala persoalan untuk produk
komputer laptop, maka strategi promosinya harus menekankan pada penggambaran
mobilitas dan penyelesaian persoalan dengan cepat. Iklan yang dirancang bisa
dengan menampilkan orang yang super sibuk dengan setumpuk masalah dan pekerjaan
misalnya dan ketika menggunakan laptop merek tertentu, persoalan dan pekerjaan
itu bisa diselesaikan dengan cepat dan baik.
E.
Hubungan
Antara Sikap Dengan Perilaku
Model-model sikap
yang berkembang akan mempunyai relevansi bagi para pemasar jika model itu mampu
memprediksi perilaku konsumen. Dengan perkataan lain, sejauh mana sikap
konsumen mampu dijadikan dasar untuk memprediksi perilakunya. Untuk mengetahui bagaimana sikap
bisa memprediksi perilaku kita bisa menggunakan teori reasoned action dari
fishbein. Menurut teori ini pengukuran sikap yang tepat seharusnya didasarkan
pada tindakan pembelian atau penggunaan
merek produk (Aact) bukan merek itu sendiri (Ao) tindakan pembelian dan
mengkonsumsi produk pada akhirnya akan menentukan tingkat kepuasan.
Selain adanya
modifikasi pengukuran sikap berdasarkan tindakan, fishein memodifikasi model
dengan mendefinisikan kepercayaan sebagai akibat yang dirasakan dari tindakan
daripada sebagai atribut-atribut merek yang dirasakan. Modifikasi atas model
itu juga dilakukan karena kepercayaan dan evaluasi menghasilkan hubungan yang
kompleks pada perilaku.
Fheisen menyimpulkan
bahwa elemen-elemen lain juga memperngaruhi perilaku. Karena norma keluarga dan
peer group begitu penting dalam pembentukan sikap, dia memperkenalkan pengaruh
sosial kedalam model. Dua elemen sosial yang dimasukkan kedalam model adalah
kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Teori reasond
action dari
feishen ini diilustrasikan pada gambar 6.4
Kepercayaan terhadapa merek ( akibat yang dirasakan
dari suatu tindakan ) (bi)
|
Perilaku (B)
|
Evaluasi atribut produk (ei)
|
Norma sosial :
- Keperayaan normatif
- Motivasi untuk patuh dan taat
|
Evaluasi keseluruhan dari suatu tindakan (act)
|
Maksud untuk beli (Bi)
|
Gambar
6.4 teori reasoned action dan fishbein
Teori reasoned action
diatas mampu memperediksi maksud dan perilaku dibandingkan dengan model
terdahulu. Kedua model diatas dapat diterjemahkan kedalam persamaan matematika
sebagai berikut.
Model
multiatribut
Ao = keseluruhan sikap terhadap
suatu objek
Bi = apakah kepercayaan terhadap
atribut I suatu objek kuat atau tidak
Ei = evaluasi kebaikan atau
kejelekan atribut
N = jumlah kepercayaan
Model
teori reasoned action
Aact = sikap terhadap perilaku
Bi = kepercayaan seseorang yang
membentuk perilaku yang menghasilkan akibat
Ei = evaluasi seseorang terhadap
akibat
N = jumlah kepercayaan
Dari dua model datas, terhadap
perbedaan penting sehingga model teori reasoned action lebih baik dalam
memprediksi perilaku berdasarkan sikap :
1.
Model
reasoned action menekankan pada pengukuran sikap yang lebih menekankan pada
maksud untuk berperilaku. Sementara itu pada model multiatribut hanya
menekankan pada pengukuran sikap terhadap objek saja.
2.
Penilaian
kepercayaan pada model reasoned action adalah menilai kepercayaan konsumen yang
membentuk perilaku karena lebih memikirkan akibat dari tindakan yang dilakukan.
Adapun pada model multiatribut penilaiana kepercayaan lebih pada apakah suatu
objek mempunyai atribut tertentu atau tidak.
3.
Pada
model reasoned action melibatkan variabel lain yaitu berupa norma-norma sosial
yang turut mempengaruhi sikap seseorang.
F.
Memperidiksi
Perilaku Dan Sikap
Suatu persoalan yang
sering membingungkan para pemasar ialah ketika sikap tidak bisa dijadikan dasar
untuk memprediksi perilaku. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana
sikap memengaruhi perilaku. Petty, cacioppo, dan golman (1981) mengemukakan berbagai
faktor yang mempengaruhi berbagai faktor yang memengaruhi prediksi perilaku
oleh sikap. Yaitu :
1.
Keterlibatan
konsumen. Dalam keputusan pembelian. Sikap memungkinkan untuk memprediksi
perilaku dalam tingkat keterlibatan yang tinggi.
2.
Pengukuran
sikap. Pengukuran sikap seharusnya dapat diandalkan (reliable) dan sahih
(valid). Pertanyaan tentang sikap konsumen seharusnya lebih spesifik. Jika
konsumen ingin membeli sebuah mobil toyota kijang enam bulan yang akan datang,
maka pengukuran sikap dna waktu untuk berperilaku (enam bulan misalnya) akan
mempunyai hubungan yang kurang kuat.
3.
Pengaruh
orang lain, keinginan orang lain terhadap pembelian dan juga motivasi konsumen
untuk menuruti keinginan itu mempengaruhi kemampuan sikap memprediksi perilaku.
4.
Faktor
situasional. Faktor-faktor situasional seperti liburan, kekurangan waktu,
sakit, dan hal-hal lain yang mungkin menghalangi dan menyebabkan sikap yang
tiak dapat memprediksi perilaku dengan baik.
5.
Pengaruh
merek lain. Walaupun sikap terhadap suatu merek cukup tinggi, tapi jika sikap
terhadap merek lain lebih tinggi, maka merek yang lain itu lebih mungkin untuk
dibeli. Karena model sikap terhadap suatu objek gagal memasukkan sikap terhadap
objek lain secara lain, hal ini akan menjadi masalah untuk memprediksi perilaku.
Selain perlu
memehatikan hal-hal diatas, pemasar juga
perlu menyadari bahwa ada kondisi kondisi tertentu yang memungkinkan sikap
konsumen tidak bisa dijadikan dasar untuk memprediksi perilakunya. Assael
(1997) mengemukakan kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan kurangnya asosiasi
antara kepercayaan, sikap, dan perilaku sebagai berikut :
·
Kurangnya
keterlibatan. Sikap akan kurang mempunyai hubungan dengan perilaku pada
ketegori produk low involvement.
·
Kurangnya
pengalaman penggunaan produk secara langsung. Study yang dilakukan oleh beeger
dan mitchell ( dikutip oleh assael, 1997) menemukan bahwa ketika konsumen
mempunyai pengalaman langsung, sikap mereka akan lebih mungkin berhubungan
dengan perilaku.
·
Kurangnya
hal-hal yang bersifat instrumental dirasakan oleh konsumen. Sikap tidak mungkin
berkaintan dengan perilaku nilai-nilai konsumen. Fakta menunjukkan bahwa
kepercayaan konsumen pada sereal yang mengandung kalori lebih sedikit, tidak
bisa dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku konsumen tidka mempunyai
keinginan untuk menurunkan berar badan.
·
Perubahan
kondisi pasar. Peningkatan dalam harga dari merek yang disenangi menyebabkan
konsumen mengubah pilihan dengan tidak mengubah sikapnya. Potongan harga
spesial dari merek lain, akan memungkinkan konsumen memilih merek produk itu.
Hal lain juga misalnya ketidaksediaan merek produk yang disenangi akn mengubah
pilihan tanpa mengubah sikap.
·
Sulit
mengases sikap pada memori. Beberapa informasi yang tersimpan dalam memori agak
sulit diakses. Sikap yang tersimpan kurang kuat dalam memori, akan menyulitkan
seseorang untuk memnggil kembali sikap tersebut, karena kesulitan mengakses
informasi itulah sering terjadi bahwa
sikap tidak berhubungan dengan perilaku.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi atau melemahkan hubungan antara keinginan berperilaku yang
diukut=r dengan perilaku yang diamati.
a)
Penghalang waktu. Sejalan dengan melebarnya waktu
antara pengukuran keinginan dan pengamatan perilaku, semakin banyak faktor yang
dapat terjadi yang bertindak untuk memodifikasi atas mengubah keinginan awal,
sehingga tidak memiliki kaitan lebih lanjut dengan perilaku yang diamati.
b)
Tindakan kekhususan yang berbeda. Keinginan yang diukur harus
dapat dispesifikasikan pada tingkat yang sama dengan perilaku yang diamati,
jika tidak hubungan diantaranya akan melemah. Misalnya kita mengukur keinginan
judy untuk mengenakan jeans kekelas (secara umum). Namun kita mengamati
perilakunya pada suatu hari ketika dia sedang memberikan presentasi dikelas,
dan diapun berpikir bahwa jeans bukanlah pakaian yang tepat pada situasi khusus
tersebut.
c)
Kejadian lingkungan yang tidak
terduga.contoh,
sam benar-benar ingin membeli kripik frito siang ini, tetapi persedian ditoko
sedang habis. Sam tidak dapat meneruskan keinginanya dan harus dengan segera membentuk
keinginan baru untuk membeli keripik lain.
d)
Konteks situasional yang tidak
terduga. Kadang
kala kontekas situasional dlaam bentuk konsumen pada saat keinginan diukur berbeda dengan situasi pada
saat perilaku dinyatakan.
e)
Derajat kontrol kesengajaan. Beberapa perilaku tidak berada
dibawah kontrol kemauan. Oleh karena itu, keinginan tidak dapat memperkirakan
secara akurat perilaku yang dikontrol.
f)
Stabilitas keinginan. Beberapa keinginan cukup
stabil, karena didasarkan pada struktur kepercayaan utama pada produk aqua dan
f & n misalnya yang dibangun dengan baik.
g)
Informasi baru. Konsumen dapat menerima
informasi baru tentang konsekuensi utama perilaku mereka, yang membawa pada
perubahan kepercayaan dan sikap mereka terhadap tindakan dan /atau norma subjektif.
Kondisi
untuk mengubah sikap
Perubahan sikap
penting dilakukan pada saat-saat tertentu ketika pemasar memang harus melakukan
perubahan sikap konsumen. Sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan
sehubung dengan usaha mengubah sikap
sebagai berikut :
1.
Kepercayaan
lebih mudah diubah daripda mengubah manfaat yang diinginkan. Keperpecayaan
terhadap merek lebih mudah diubah dengan melakukan kampanye iklan.
2.
Kepercayaan
terhadap merek lebih mudah diubah daripada sikap-sikap (afiksi). Hirarki
pengaruh keterlibatan menyatakan bahwa kepercayaan bahwa perubahan dalam
kepercayaan mendahului sikap.
3.
Sikap
lebih mudah untuk diubah ketika produk adalah low involvement. Tetapi produk
yang dikategorikan low involvement, sikap konsumen biasanya lebih mudah untuk
diubah, sebab konsumen tidak mempunyai komitmen yang kuat terhadap merek produk
yang low involvement.
G.
Model Perubahan
Kepercayaan Sikap Dan Perilaku
Pesan komunikasi
|
Pemrosesan
informasi
|
Prubahan kepercayaan
|
Perusahaan sikap
|
perubahan
|
Low involvement
|
High involvement
|
Jalur pembuatan keputusan
|
Jalur eksperimental
|
Pengaruh kepercayaan
terhadap sikap dan pengaruh sikap terhadap perilaku secara umum bergantung pada
keterlibatan konsumen dengan pembeliannya. Keterlibatan yang tinggi dari
konsumen atas pembeliannya akan lebih tinggi hubungan antara kepercayaan, sikap
dan perilaku. Ketika konsumen mempunyai
keterlibatan yang tinggi , sikap merupakan bagaian dari hierarki pengaruh yang
menyebabkan keputusan untuk membeli (pertama kali konsumen mempunyai
kepercayaan terhadap merek, dan kemudian memutuskan apakah membeli atau tidak).
Sementara itu
konsumen yang mempunyai keterlibatan yang rendah dalam pembeliannya, tidak
mempunyai sikap tertentu terhadap merek produk yang dibelinya. Oleh karena itu,
hubungan antara kepercayaan dan sikap ialah lemah. Oleh karena itu terdapat
hubungan yang lemah juga antara sikap dan perilaku untuk pembelian yang low
involvement. Dalam keterlibatan rendah, sering konsumen melakukan evaluasi
setelah melakukan pembelian. Dalam pembelian yang low involvement, sikap tidak
bisa memprediksi perilaku.
Penelitian yang
dilakukan oleh Beatty dan Kahle (dalam Dharmesta, 1993) menemukan fakta yang
mendukung bahwa peran sikap menurun untuk konsumen yang kurang terlibat. Sikap
memengaruhi perilaku untuk individu yang terlibat, tetapi sikap tidak memainkan
peran yang signifikan dalam memengaruhi perilaku bagi konsumen yang terlibat.
Untuk memahami peran
sikap dalam perilaku konsumen, kita harus memahami bagaimana sikap dikembangkan
dan bagaimana peran yang dimainkan. Sikap dikembangkan sepanjang waktu melalui
proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh keluarga, kelompok kawan sebaya,
informasi, pengalaman, dan kepribadian.
1. Pengaruh
keluarga
Keluarga mempunyai
pengaruh yang sangat penting dalam keputusan pembelian. Dengan mengabaikan
kecenderungan anak usia belasan tahun yang sering memberontak pada orang tua,
sebenarnya terdapat hubungan yang kuat antara sikap orang tua dan sikap
anaknya. Dari data yang ada terbukti bahwa sekitar kurang lebih 58% keputusan
pembellian dipengaruhi oleh anak-anak.
2. Pengaruh
kelompok kawan sebaya (peer group influences)
Banyak study yang
memperlihatkan bahwa kawan sebaya mampu dalam perilakuan pembelian. Kazt dan
lazarsfeld yang dikutip assael (1997) menemukan bahwa peer group lebih memungkinkan memengaruhi sikap dan
perilaku pembelian daripada iklan. Anak-anak usia belasan tahun sering
melakukan pembelian terhadap suatu
produk karena teman sekolahnya telah membeli produk lain.
3. Pegalaman
Pengalaman masa lalu
memengaruhi sikap terhadap merek. Pengalaman penggunaan suatu merek produk pada
masa lalu akan memberikan evaliuasi atas merek tersebut, bergantung apakah
pengalaman itu menyenangkan atau tidak. Jika pengalaman masa lalu itu
menyenangkan, maka sikap konsumen dimasa mendatang akan positif, tetapi jika
pengalaman pada masa lalu itu tidak menyenangkan, maka sikap konsumen dimasa
mendatang pun akan negatif.
4. Kepribadian
Kepribadian konsumen
memengaruhi sikap. Sifat-sifat seperti suka menyerang, terbuka, kepatuhan atau
otoritasrianisme mungkin lebih mungkin terlibat dalam persaingan olahraga dan
akan membeli peralatan yang paling mahal dalam usahanya untuk menguguli
lawannya.
5. Perilaku
pembelian yang mengurangi ketidaksesuaian (disonasi)
Kadang-kadang
konsumen sangat terlibat dalam suatu pembelian tetapi tidak melihat banyak
perbedaan dalam merek. Keterlibatan yang tinggi ini sekali berdasarkan
kenyataan bahwa pembelian tersebut bersifat mahal, jarang dan berisiko.dalam
kasus ini pembeli akan berkeliling untuk
memperlajari apa yang tersedia tetapi akan membeli dengan cukup cepat karena
perbedaan merek tidak nyata.
a. Dilihat
dari dissonance theory
Dissonance
theory
menyarankan bahwa pemasar seharusnya berusaha mengurangi ketidakcocokan dengan
menampilkan kepada konsumen informasi positif mengenai merek setelah pembelian.
Runyon dalam asseil (1997) menyebutkan lima strategi untuk memberikan dukugan
informasi setelah pembelian dan oleh karena itu ketidakcocokan berkurang,
yaitu:
1.
Berikan
tambahan saran dan informasi produk untuk pemeliharaan produk melalui brousur
atau iklan.
2.
Berikan
jaminan untuk mengurangi keragu-raguan
3.
Memastikan
layanan yang baik dan tindak lanjut segera atas komplain untuk memberikan
dukungan pada pembelian
4.
Iklankan
keandalan kualitas dan kinerja produk untuk menentramkan pembeli baru.
5.
Tindak
lanjut setelah pembelian dengan kontak langsung untuk meyakikan pemahaman
konsumen bagaimana menggunakan produk dan memastikan kepuasannya.
b. Dilihat
dari atribution theory
Atribution
theory
menyatakan bahwa konsumen berusaha mengestimasi penyebeb suatu peristiwa dan
hal ini sering dilakukan setelah kejadian atau peristiwa berlangsung. Mereka
melakukan identifikasi mengapa suatu produk membawa ketidakpuasan, mengapa
petugas penjualan berusaha mengambil hati. Pertanyaan itu dapt dijawab dengan
penjelasan teori tersebut.
Seperti yang
dijelaskan diatas, teori atribusi berusaha menjawab mengapa seseorang melakukan
tindakan tertentu. Penyebab seseorang melakukan tindakan tertentu bisa karena
faktor eksternal atau faktor internal. Misalnya ketika seseorang ( refern)
mendorong yang lainnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu merek tertentu,
apakah orang yang mendorong pembelian itu memang menyukaiproduk itu juga. Atau
mungkin karena dia dibayar oleh perusahan sebagai pendorong pembelian.
Dengan menggunakan
teori tersebut diatas pemasar seharusnya memberikan alasan positif untuk
pembelian setelah mereka membeli produk. Misalkan konsumen membeli merek produk
kopi tertentu karena merek itu lebih murah dibandingkan dengan lainnya. Dalam
jangka panjang hal itu tidak akan membawa kesuksesan bagi pemasar. Poin penting
dari teori ini ialah bahwa pemasar atau produsen harus mencoba untuk meyakinkan
konsumen setelah terjadinya pembelian.
Strategi pemasaran untuk
produk low involvement dengan sedikit perbedaan potensial yang signifikan yang
dapat digunakan oleh konsumen sebagai rasionalisasi atas pembelian yang telah
dilakukannya. Perbedaan itu akan memberikan alasan konsumen untuk membeli
produk yang low involvement. Mereka harus menggunakan iklan untuk memberikan
alasan bukan harga ( rasionale nonprice) untuk membeli merek yang sama dimasa
mendatang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
ditarik sebuah kesimpulan, bahwa sikap konsumen,
sikap adalah
mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu objek, baik
disenangi maupun tidak disengaja secara konsisten. sikap konsumen terhadap
suatu merek berarti sikap terhadap merek, yaitu mempelajari kecenderungan
konsumen untuk mengevaluasi merek, baik disenangi ataupun tidak disenangi
secara konsisten. Dengan demikian, konsumen mengevaluasi merek tertentu secara
keseluruhan dari yang paling jelek sampai yang paling baik.
Adapun fungsi sikap menurut Daniel
Kazt mengklasifikasikan empat sikap, yaitu:
1.
Fungsi
Utilitarian
2.
Fungsi
Ekspresi Nilai
3.
Fungsi
Mempertahankan Ego
4.
Fungsi
Pengetahuan
Dari fungsi diatas
yang dijelaskan oleh daniel kazt, memberikan peran sikap pemasar sebagai Pengukuran
sikap konsumen bagi pemasar merupakan hal yang sangat penting. Dengan
mengetahui sikap, pemasar dapat mengeidentifikasi segmen manfaat, mengembangkan
produk baru dan memformulasikan serta evaluasi strategi promosional.
B.
Saran
Melihat kondisi dari tugas mata
kuliah perilaku konsumen, kami penulis memberi saran dalam penulisan makalah
kedepannya untuk tidak terlalu berfokus kepada poin-poin judul yang diberikan,
karena dengan adanya poin itu akan membuat penulis dalam penyusun makalah
menjadi lebih kaku dan terbatas dengan referensi yang diperoleh.
REFERENSI
Setiadi.
J nugroho. 2003. Perilaku konsumen. Jakarta,
prenadamedia group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar